Bojonegoro - Berdasarkan data persidangan di Pengadilan Agama Bojonegoro terungkap bahwa akar permasalahan yang mendasari tingginya angka perceraian di Kabupaten Bojonegoro karena faktor ekonomi, yang kemudian berakhir di hubungan ranjang.
Hal tersebut disampaikan Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Drs H Sholokhin Jamik SH MH. Kamis (07/07/2022).
"Alasannya selalu masalah ekonomi, dan itu sering berakhir di ranjang. Banyak yang bercerita katanya di ranjang suaminya stres, ejakulasi dini, dan sebagainya." tutur Sholokhin Jamik.
Menurut Sholokhin Jamik, berdasarkan fakta di pengadilan, banyak perempuan yang menggugat suami karena mempunyai keinginan yang besar dan tidak tercapai.
"Mimpinya besar, tetapi tidak diimbangi dengan kemampuan yang dimiliki sang suami, berdasarkan pendidikannya." kata Sholokhin Jamik.
Sholikhin Jamik mengungkapkan bahwa akar persoalan dari perceraian tersebut sebetulnya banyak perempuan yang memiliki mimpi yang tinggi, tetapi tidak mumpuni.
"Seharusnya ini menjadi pembelajaran besar bagi para perempuan, tidak gampang sebetulnya jadi janda. Bayangkan, dari 1.130 itu rata-rata punya anak satu, dan dengan bercerai dia akan menjadi janda dan sekaligus menjadi kepala keluarga. Itu memberatkan." tutur Sholikhin Jamik.
Dirinya berpesan seharusnya banyak perempuan yang mengerem diri agar supaya tidak punya mimpi besar yang melangit, tanpa diimbangi dengan mimpi yang realistis dan kenyataan yang dialami oleh seorang suami, yang memang tingkat pendidikan rendah.
"Tentu dengan suami, yang memang tingkat pendidikan rendah, tidak mungkin memiliki penghasilan yang luar biasa seperti yang diimpikan." kata Sholikhin Jamik.
Diberitakan sebelumnya, jumlah kasus perceraian yang diputus di Pengadilan Agama Bojonegoro mulai bulan Januari hingga Juni 2022 sebanyak 1.580 perkara, terdiri dari kasus cerai istri gugat suami (cerai gugat) sebanyak 1.130 perkara dan sisanya cerai suami talak istri (cerai talak) sebanyak 450 perkara.
Sementara, kasus perceraian sepanjang tahun 2021 sebanyak 1.625 perkara, terdiri dari cerai talak 480 perkara dan cerai gugat 1.145 perkara. Kemudian tahun 2020 sebanyak 2.893 perkara, terdiri dari cerai talak 910 perkara dan cerai gugat 1.983 perkara. Dan di tahun 2019 kasus perceraian sebanyak 2.872 perkara, teridir dari cerai talak 956 perkara dan cerai gugat 1.916 perkara. (red/imm)