SINERGI : APPA saat audiensi dengan Pengadilan Agama Bojonegoro terkait perceraian tinggi di Bojonegoro.
Bojonegoro - Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) menyebutkan kebodohan dan kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menjadi sebab tingginya angka perceraian dan dispensasi nikah (Diska).
"Kemiskinan dan kebodohan di Bojonegoro menjadi salah satu pemicu permasalahan perempuan dan anak yang makin meningkat. Perceraian tinggi dan Diska juga tinggi," kata Koordinator APPA Bojonegoro, Nafidatul Hima kepada SuaraBanyuurip.com, Jumat (25/11/2022).
Dalam catatan APPA, diungkapkan bahwa data perceraian di Kabupaten Bojonegoro (pa-bojonegoro.go.id) pada 2019 ada 2.877 perkara dengan rincian cerai gugat 956, cerai talak 1.916.
Pada 2020 ada total 2.895 perkara yang masuk ke PA dengan rincian cerai gugat sebanyak 1.987, cerai talak 908. Kemudian di tahun 2021 ada 1.625 perkara yang masuk dengan rincian cerai gugat 1.145, cerai talak 480.
"Sementara hingga Oktober 2022 ada 2.690 perkara dengan rincian cerai gugat 1.909 dan cerai talak 781, data ini kemungkinan masih bertambah hingga akhir tahun. Namun, kami berharap tidak ada peningkatan," ungkap perempuan yang karib disapa Hima ini.
Selanjutnya, berdasar data di pa-bojonegoro.go.id. perkara dispensasi perkawinan di tahun 2022 juga sangat tinggi. Sejak Januari hingga Oktober ada 486 pengajuan dengan kasus tertinggi di Bulan Juni dengan 73 pengajuan.
Dari jumlah itu, ada 469 pengajuan yang dikabulkan. Diketahui yang mengajukan dispensasi adalah mereka dengan pendidikan akhir SD sebanyak 97 pengajuan, SMP ada 268, SMA 122 pengajuan.
"Sungguh data yang mencengangkan. Kami gelisah atas hal ini," ujarnya.
Berangkat dari kegelisahan itu Hima lantas mengajak Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro untuk audiensi. Dilatarbelakangi oleh keingintahuan atas apa yang menjadi sebab permasalahan tersebut. Pihaknya merasa audiensi itu sebagai sarana belajar dan menimba ilmu.
"Ternyata dari audiensi kami ketahui bahwa sebenarnya aturan di PA itu sudah bagus tapi PA kan hanya pelaksanaan to, kalau negara tidak hadir dan ikut campur menyelesaikan masalah tersebut maka PA juga tidak bisa berbuat apa-apa," ucapnya.
Dikonfrontir terpisah, Panitera PA Bojonegoro, Sholikin Jamik, membenarkan data yang disampaikan APPA. Berkenaan diska dan perceraian yang tinggi, terdapat akar persoalan yang menurutnya perlu diurai dan diberikan solusi.
"Akar masalahnya adalah pendidikan rendah dan kemiskinan. IPM Bojonegoro ini rendah. Bahkan ini berlaku di setiap negara, jika pendidikan disuatu wilayah itu rendah, perceraiannya juga tinggi," tandasnya.
Banyak anak perempuan tidak melanjutkan sekolah yang kemudian menikah. Lulus SD beberapa tahun kemudian menikah, tetapi belum cukup usia, begitu pula lulusan SMP, ini paling tinggi diskanya, tidak lanjut ke SMA memilih menikah.
Sholikin juga memberikan apresiasi kepada APPA yang dinilai konsisten memberikan edukasi publik utamanya tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak pasca perceraian.
"Ini menjadi penting ketika bisa mengedukasi maka dapat terjadi penurunan pada perceraian dan Diska," harapnya.
PA dan APPA, lanjut Sholikin, sepakat berkolaborasi dan bersinergi untuk melakukan pencegahan pernikahan dini dan perceraian dengan cara mengupas tuntas akar persoalannya, yaitu kebodohan dan kemiskinan di masyarakat.
"Caranya mendorong atau memohon prioritas kepada pemerintah agar mengalokasikan dana dalam rangka memberi beasiswa kepada warga yang tidak bisa melanjutkan ke SMP atau SMU. Atau dana untuk wajib belajar 12 tahun. Sehingga Bojonegoro ini bebas dari penduduk yang tidak lulus SMA," pungkasnya.(fin)