Mengurai Akar Masalah: Mengapa Bojonegoro Darurat Pernikahan Dini dan Bagaimana Solusinya
Oleh Sandhy Sugijanto (Panmud Hukum PA Bojonegoro)
Jika dibanyak pemberitaan menyebutkan bahwa Kabupaten Bojonegoro berdasarkan data bulan Januari sampai dengan bulan Juli tahun 2025 menduduki rangking 6 sejawa timur dengan jumlah perkara yang masuk sebanyak 205 perkara Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Bojonegoro.
Berdasarkan data di Kepaniteraan Pengadilan Agama Bojonegoro, memang ada sebanyak 205 perkara ini dan telah dipublish oleh beberapa media online. Dimana dari 205 perkara ini dengan rincian ada 119 perkara yang diajukan disebabkan orang tua yang anaknya masih kurang umur tersebut anaknya melakukan zina karena sudah sering keluar rumah dengan pasangannya tanpa bisa diawasi oleh orang tuanya, kemudian ada 47 perkara yang diajukan dimana anak yang diajukan perkara Diska sudah melahirkan diluar nikah dan terakhir ada 39 perkara yang diajukan dimana anak dari para pihak sudah pernah melakukan hubungan suami istri akan tetapi belum hamil.
Kemudian dari 205 perkara ini, anak yang diajukan perkara Diska ini, ada 111 orang atau 54% menyatakan belum bekerja dan ada 94 orang atau 46% yang dalam surat permohonan perkara Diska menyatakan sudah bekerja. Dan berdasarkan uji petik beberapa perkara, disana dicantumkan bahwa pekerjaan calon menantu para pihak bekerja sebagai buruh tani dan setelah didetailkan ternyata bekerja menggarap sawah milik orang tuanya yang dalam pengakuan di surat permohonan menyatakan mempunyai penghasilan sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) yang patut dipertanyakan.
Ditambah lagi berdasarkan data yang ada 96 perkara atau 47% anak yang diajukan Diska berpendidikan SMP/SLTP. Singkatnya dari beberapa berita dijelaskan bahwa penyebab perkara Dispensasi Kawin (Diska), disebabkan karena faktor ekonomi dimana dengan menikahkan anaknya yang masih kurang umur bisa mengurangi beban keluarga, kemudian ditengare karena Tingkat Pendidikan yang rendah serta diperparah dengan kurangnya pengawasan orang tua sehingga banyak yang berzina dan hamil diluar nikah.
Melalui artikel ini saya berusaha untuk memberikan solusi untuk jangka menengah dan panjang serta dengan melibatkan banyak stakeholder, mulai dari tokoh Masyarakat, tokoh agama, Ketua RT, Ketua RW, Perangkat Desa serta dinas pemerintah daerah yang terkait.
Langkah awal yaitu kita harus membuat roadmap Pendidikan yang koprehensip dan berkelanjutan dengan :
- Melalui edukasi lewat pendidikan formal di sekolah: Dimana dimulai pada jenjang Pendidikan SMP dengan memberikan materi tentang kesehatan reproduksi yang santun, dampak negatif pernikahan dini (kesehatan fisik dan mental, risiko stunting), serta memahamkan pentingnya melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dalam rangka merubah nasib ekonomi keluarga, hal ini membantu remaja memahami konsekuensi dari keputusan mereka dan memotivasi mereka untuk mengejar cita-cita dan Pendidikan yang lebih tinggi.
- Melakukan sosiliasi/penyuluhan di lingkungan Masyarakat dalam jumlah yang kecil-kecil/komunitas: Mengadakan diskusi rutin di tingkat desa, masjid, gereja, atau balai pertemuan. Libatkan tokoh agama dengan menyelipkan pesan-pesan moral di kotbah Jumat atau di pengajian Ibu-Ibu jamah Yasin, tokoh Masyarakat, tenaga kesehatan, dan guru serta melibatkan Ketua RT/Ketua RW disetiap pertamuan warga untuk menyampaikan pesan-pesan jangan nikah dini. Cara ini sangat efektif karena pesan disampaikan langsung oleh figur yang dihormati di lingkungan tersebut dan bisa langsung mengena dan dipahami oleh anak dan juga orang tua.
- Karena sekarang zaman AI, maka kampanye Digital yang Kreatif: dengan memanfaatkan media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, relawan atau stakeholder yang ada untuk membuat konten edukatif yang menarik dan mudah dicerna oleh remaja. Konten bisa berupa video singkat, infografis, atau cerita inspiratif tentang dampak positif dari menunda pernikahan.
Langkah selanjutnya yaitu Upaya melakukan Pemberdayaan Remaja dan Keluarga dalam rangka peningkatan ekonomi keluarga. Pemberdayaan membantu remaja memiliki tujuan hidup dan kemandirian, sementara keluarga punya kapasitas untuk mendukungnya.
- Perlu digalakkan pelatihan keterampilan untuk remaja: Berikan pelatihan keterampilan praktis (seperti menjahit, kuliner, desain grafis) yang dapat membuka peluang ekonomi di masa depan. Dimana Masyarakat harus juga menyambutnya dengan memberdayakan skill para remaja ini, sehingga Ini memberi mereka alternatif nyata selain menikah dini dan membantu mereka merasa lebih mandiri secara ekonomi.
- Perlu adanya program dukungan Ekonomi Keluarga: sebagaimana salah satu pemberitaan yang menyebutkan bahwa salah satu factor adanya angka pernikahan dini yaitu kemiskinan, adalah salah satu pendorong utama pernikahan dini. Pemerintah daerah maupun pemerintah desa dapat menyediakan program bantuan modal usaha kecil atau beasiswa bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Dengan adanya dukungan ini, orang tua tidak lagi melihat pernikahan sebagai satu-satunya "solusi" untuk meringankan beban ekonomi. Dan juga meningkat perekonomian daerah-daerah kantong banyaknya pernikahan dini yang dilakukan secara keprehensip lintas sektoral.
- Mungkin ini ide yang tidak kita dengar yaitu adanya fasilitas konseling yang terbuka: perlu disediakan layanan konseling remaja di sekolah maupun di balai Kesehatan desa atau puskesmas. Sebagai tempat untuk remaja, perlu tempat aman untuk berbagi masalah, termasuk tekanan dari keluarga atau lingkungan sekitar, dan mendapatkan panduan yang tepat dari ahlinya.
Sedangkan untuk Langkah ketiga yaitu adanya kolaborasi antar pihak semua stakeholder yang ada. Bagaimana cara/Langkah menurunkan angka pernikahan dini bukan tugas satu pihak, melainkan tanggung jawab bersama. Baik keluarga sebagai satuan terkecil, Masyarakat, tokoh agama, tokoh Masyarakat, perangkat desa sampai dengan kepala desa, dinas terkait sampai dengan bupati serta DPRD.
- Peran Keluarga: Keluarga Adalah satuan terkecil Masyarakat, dimana orang tua harus menjadi garda terdepan dalam memberikan teladan, memberikan bimbingan serta selalu memberikan pengawasan yang bijak. Sebagai orang tua harus selalu mengikuti jaman, mereka perlu membangun komunikasi terbuka dengan anak, mendengarkan kekhawatiran mereka, dan secara konsisten mendukung minat dan bakat anak agar mereka memiliki rasa percaya diri dan ambisi untuk masa depan.
Juga mampu memberikan arahan dan bimbingan kepada anak-anak mereka untuk paham dengan agamanya bahwa hubungan diluar nikah Adalah haram dan tidak boleh dilakukan. Sebagai orang tua harus lebih protektif, memberikan jam malam dalam pergaulan. Dan selalu memberikan motivasi bahwa untuk lepas dari kemiskinan salah satu jalannya lewat Pendidikan dan menghindari pernikahan usia muda.
- Dengan melibatkan Tokoh Agama dan Adat: salah satu cara yang efektif yaitu meibatkan tokoh agama dan adat dalam setiap kampanye. Mereka dapat menyebarkan pemahaman bahwa pernikahan dini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran agama yang mengajarkan kematangan dan tanggung jawab. Dengan cara dan gaya Bahasa yang lebih dekat kepada Masyarakat, dan dengan keteladannya tokoh agama dan adat, maka nasehat yang diberikan bisa lebih diterima. Dan juga perangkat desa khususnya modin nikah, seharusnya bisa memberikan masukan dan saran jika ada Masyarakat yang akan menikahkan anaknya yang kurang umur, bisa memberikan wawasan dan bukan malah memberikan kemudahan.
- Dan yang terakhir penguatan hukum dan regulasi: dengan adanya dukung penegakan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 yang menaikkan batas usia menikah menjadi 19 tahun. Kerja sama antara pemerintah daerah, pemerintah desa, Kantor Urusan Agama-Kementrian Agama, dan Pengadilan Agama sangat penting untuk memastikan peraturan ini benar-benar dijalankan.
Sebenarnya sudah baik dengan menaikaan batas usia menikah menjadi 19 tahun, karena diharapkan mengurangi pernikaha dini. Akan tetapi fakta dilapangan saat awal pelaksanaan Undang-Undang tersebut malah banyak perkara Dispensasi Kawin. Disinilah perlu adanya kolaborasi apik antara pemerintah desa, khususnya modin nikah atau Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat untuk lebih peka terhadap masalah dimasyarakat, jika masih adanya pernikahan kurang umur di desanya, bisa memberikan rekayasa social salah satunya yaitu seluruh perangkat desa tidak hadir saat pernikahan pasangan yang menikah kurang umur. Selalu memantau perkembangan keluarga baru tersebut. Perlu direkayasa budaya malu jika ada anggota keluarga yang menikah kurang umur dan menjadi sebuah naib apalagi sampai hamil diluar nikah.
Disamping itu, merujuk pada media online https://sidiknusantara.com/read/2025/08/pengadilan-agama-bojonegoro-prioritaskan-pencegahan-dispensasi-kawin/. Dalam pertemuan tersebut semua sepakat bahwa dispensasi kawin adalah sebuah akibat, maka mencari sebabnya adalah sesuatu yang wajib dan akan memberikan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Bupati yaitu
- Pencegahan pernikahan dini;
- Menerapkan wajib belajar 12 tahun di Kabupaten Bojonegoro; Pengentasan Kemiskinan, para pihak yang mengajukan dispensasi kawin belum bekerja dan belum memiliki kemandirian secara ekonomi;
- Optimalisasi peran perangkat desa, tokoh agama dan tokoh Masyarakat;
- Memperketat persyaratan pengajuan diska, sebelum mengajukan diska harus mendapatkan rekomendasi dari psikolog untuk mengukur tingkat kedewasaan dan ketangguhan psikologinya para pihak yang mengajukan diska.
- Pelaksanaan program Like-R (Layanan dan Edukasi Kesehatan Reproduksi Remaja);
- Penerapan jam malam untuk anak sampai pukul 22.00 WIB;
- Penanganan pernikahan dini;
- Mengulurkan program pelatihan dan pemberian modal untuk anak yang sudah menikah, bekerja sama dengan BAZNAS.
- Fasilitasi anak yang putus sekolah untuk mendapatkan hak pendidikan 12 tahun.
- Penundaan kehamilan sampai usia 21 tahun dengan program KB dan menjaga jarak kehamilan.
Dengan menggabungkan langkah-langkah ini, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi anak-anak dan remaja untuk tumbuh, berkembang, dan mencapai potensi penuh mereka, jauh dari risiko pernikahan dini.