logo

Written by Super User on . Hits: 25

Menikah Muda, Bercerai Cepat:

Krisis Rumah Tangga di Usia Produktif dan Solusi Bijaknya"

Oleh Sandhy Sugijanto (Panitera Muda Hukum)

 

Bojonegoro I 15 September 2025

Sebagaimana berita yang diwartakan oleh Radar Bojonegoro, tanggal                                3 September 2025 yang lalu. Dimana Bapak Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Bapak Solikin berdasarkan data di Kepaniteraan PA Bojonegoro, menjelaskan bahwa berdasar data per 31 Agustus 2025, sesuai demografi umur, maka kelompok usia 21 sampai dengan 30 tahun mendominasi, yakni sebesar                    37,8 persen atau 718 kasus. Kemudian, diikuti kelompok usia 31 sampai dengan               40 tahun sekitar 31,9 persen atau 606 kasus, bisa dikatakan angka perceraian didominasi oleh para pihak usia muda/ usia produktif. Dan berdasarkan data tersebut juga beliau menjelaskan ‘’Usiaproduktif muda rentan terhadap perceraian. Akibat, ketidaksiapan finansial, emosional, hingga tekanan sosial. Berdasarkan database aplikasi SIPP yang telah diolah, beliau juga menjelaskan jika dilihat dari lama menikah,maka perceraian didominasi oleh pernikahan yang usianya kurang dari lima tahun.

Jika kita cermati dari berita tersebut, maka ada 3 point yang perlu diperhatikan dan dicarikan solusi cerdasnya, apa 3 point itu? Yang pertama perceraian didominasi oleh para pihak usia muda/usia produktif, yang kedua perceraian disebabkan oleh ketidaksiapan finansial, emosional, hingga tekanan sosial dan yang ketiga usia pernikahan yang rekatif muda yaitu kurang dari 5 tahun pernikahan.

Mari kita bahas Bersama-sama 3 point itu dengan perlahan tapi pasti. Yang pertama diberitakan bahwa perceraian didominasi oleh para pihak usia muda/usia produktif dengan rentang usia 21 sampai dengan 30 tahun. Perlu saya jelaskan mungkinkah ini disebabkan oleh banyaknya pernikahan dini atau pernikahan usia muda? Kalau di PA Bojonegoro ada jenis perkara permohonan Dispensasi Kawin (Diska) dimana salah satu atau kedua calon pengantin umurnya kurang dari                19 tahun. Kalau terkait perkara Diska, maka berdasarkan data di kepaniteraan                     PA Bojonegoro, termasuk kabupaten yang darurat pernikahan kurang umur tersebut. Kalau berdasarkan posita di perkara Diska ini rata-rata para pihak menjelaskan bahwa calon pengantin pria sudah bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan rata-rata Rp3.000.000,00 (tiga juta), akan tetapi fakta persidangan terkadang calon pengantin pria hanya membantu orang tuanya menggarap sawah milik orang tuanya sendiri. Trus pertanyaan nakal, mengapa sudah tahu seperti itu hakim tetap mengabulkan/ memutus perkara Diska ini? Kalau berdasarkan pertimbangan hakim, mengapa kok tetap diputus, karena  dalam rangka melindungi calon pengantin wanita dan anaknya, kok bisa begitu, karena ada beberapa kasus yang dimana calon pengantin sudah pernah berhubungan suami istri dan sudah hamil, ada juga calon pengantin sudah pernah berhubungan suami istri tetapi belum hamil serta orang tua calon pengantin sudah tidak bisa mengawasi dan mengendalikan hubungan calon pengantin dan khawatir jika anak dan calon menantunya melakukan zina, itulah alasan hakim mengabulkan perkara Diska ini.

Kemudian dilanjutkan pembahasan point 2 yaitu perceraian disebabkan oleh ketidaksiapan finansial, emosional, hingga tekanan sosial. Perlu dibahas satu per satu, disebabkan karena ketidaksiapan finansial, kalau di laporan perkara di kepaniteraan PA Bojonegoro karena faktor ekonomi, dimana si suami tidak memberikan nafkah sama sekali ke istri, atau si suami memberikan nafkah ke istri tetapi tidak bisa menutupi seluruh kebutuhan rumah tangga bahwa pada beberapa perkara diperburuk dengan si suami rajin judi sampai dengan judi online. Ada juga beberapa perkara si istri mengambil jalan pintas, dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga dengan pinjam ke orang lain bahkan pinjam ke rentenir tanpa sepengetahuan si suami. Kalau kita kembali ke perkara Diska, pada saat awal pernikahan, suami-istri yang baru tadi dihadapkan pada fakta kebutuhan rumah tangga menjadi oleng, sehingga merembet ke emosional atau emosi yang tidak stabil sehingga terjadi pertengkaran yang terus menerus bahkan menjurus ke KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Kemudian disebabkan oleh tekanan sosial, dimana terkadang Mertua yang terlalu ikut campur dalam rumah tangga, atau keluarga yang memaksakan standar tertentu terhadap pasangan, Teman yang sering membandingkan kehidupan rumah tangga, gaya hidup, atau pencapaian materi, Harapan bahwa istri harus "tunduk" sepenuhnya atau suami harus jadi satu-satunya pencari nafkah atau Terpengaruh gaya hidup idealpasangan lain yang ditampilkan di media social.

Dan yang terakhir atau point ke-3 yaitu  usia pernikahan yang relatif muda yaitu kurang dari 5 tahun pernikahan. Mungkin sebabkan oleh kurangnya kematangan Emosional, dimana Pasangan yang baru menikah, apalagi jika usia biologis juga masih muda, sering kali belum memiliki kematangan emosional untuk menghadapi dinamika rumah tangga.nMereka biasanya mudah tersinggung, sulit mengendalikan emosi, dan belum terbiasa menyelesaikan konflik secara dewasa. Kemudian karena ekspektasi tidak realistis Banyak pasangan yang masuk ke dalam pernikahan dengan harapan yang terlalu tinggi tentang kehidupan berumah tangga (misalnya selalu romantis, tanpa konflik). Ketika kenyataan tidak sesuai harapan (misalnya masalah keuangan, pekerjaan rumah, perbedaan karakter), mereka merasa kecewa dan putus asa. Bisa juga karena minimnya pengalaman hidup dan komunikasi, dimana pada usia pernikahan yang singkat berarti pasangan belum sepenuhnya memahami cara berkomunikasi yang sehat satu sama lain, terkadang masalah kecil bisa membesar karena kurangnya kemampuan menyampaikan pendapat atau perasaan secara terbuka dan efektif. Ada kalanya masalah ekonomi awal pernikahan, pada tahun-tahun pertama pernikahan biasanya merupakan masa transisi dari kehidupan lajang ke kehidupan mandiritermasuk secara finansial, terkadang belum stabil secara ekonomi, stres rumah tangga bisa meningkat, dan ini menjadi pemicu pertengkaran bahkan perceraian. Bisa juga karena ketidaksiapan mental dan komitmen, ada beberapa orang menikah karena tekanan sosial, keluarga, atau sekadar ikut-ikutan,tanpa kesiapan mental atau pemahaman tentang komitmen jangka panjang, akibatnya, ketika muncul masalah, mereka lebih memilih keluar dari pernikahan daripada memperbaikinya. Dan mungkin sebab lain yaitu itu masuk ke fase penyesuaian yang sulit, dimana pada 5 tahun pertama pernikahan adalah fase "adjustment": pasangan harus belajar hidup bersama, berbagi ruang, waktu, tanggung jawab, dan menghadapi perbedaan, Jika fase ini tidak dilalui dengan komunikasi dan kompromi yang baik, perceraian jadi lebih mungkin terjadi.

 Maka Solusi apa yang bisa kita berikan kepada Masyarakat Bojonegoro, khususnya para pencari keadilan di PA Bojonegoro dalam mencegah perceraian atau minimal mengurangi angka perceraian. Jika kalau hanya solusi yang biasa-biasa saja maka hasilnya tidak akan signifikat, trus bagaimana? Maka harus ada Solusi yang cerdas/ out of the box. Apa saja Solusi itu?

Perlu untuk menerapkan wajib belajar 12 tahun di Kabupaten Bojonegoro, ada Upaya untuk pengentasan Kemiskinan, para pihak yang mengajukan dispensasi kawin belum bekerja dan belum memiliki kemandirian secara ekonomi. Perlu digagaskan prrgram edukasi pranikah berbasis sekolah dan masyarakat
Pemerintah daerah dan sekolah menengah atas perlu bekerja sama dengan KUA dan PA untuk memberikan edukasi intensif tentang tanggung jawab pernikahan, dampak menikah muda, konsekuensi hukum dan sosial dari pernikahan dini dan pendidikan kesehatan reproduksi. Perlu juga Langkah berani berupa pembatasan dan pengawasan terhadap dispensasi kawin (Diska), dimana untuk permohonan perkara Diska sebaiknya dikabulkan hanya dalam kondisi benar-benar darurat yaitu jika sudah hamil, sudah pernah berhubungan suami istri dan juga peran penting Lembaga perlindungan anak dan Dinas P3A (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dalam proses asesmen psikologis dan sosial sebelum sidang. Serta Langkah cerdas yang perlu diambil oleh pemeritah daerah/ pemerintah pusat yaitu diselenggarakannya program pembekalan keterampilan & kemandirian ekonomi bagi remaja dengan memberikan Kursus keterampilan (pertanian modern, UMKM, digital marketing) untuk meningkatkan daya saing pemuda, terutama di daerah rural seperti Bojonegoro.

Selain Solusi tadi ada juga Solusi lain yaitu tetap dilaksanakannya program bimbingan pernikahan dan konseling pasca nikah, dimana setiap pasangan baru wajib mengikuti bimbingan rumah tangga selama 1 tahun pasca pernikahan (bisa melalui KUA, LSM, atau komunitas) dan disediakan layanan konseling gratis atau bersubsidi di tingkat desa/kelurahan melalui kerjasama Dinas Sosial & PA. perlu juga dilakukan kampanye kesadaran publik tentang bahaya judi online & hutang konsumtif yang melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan influencer local, dan juga adanya edukasi tentang pengelolaan keuangan rumah tangga ditingkat desa atau bahwakan RT/RW lewat pengajian ibu-ibu yasinan. Kemudian yang menarik peran aktif KUA dalam melakukan follow-up pasangan baru, KUA tidak hanya menikahkan, tapi memantau perkembangan rumah tangga pasangan selama 5 tahun pertama. Dan yang terakhir peningkatan peran perempuan dalam ekonomi rumah tangga dengan mengadakan pelatihan wirausaha berbasis rumah (home industry) bagi ibu rumah tangga untuk membantu ekonomi keluarga baik yang diinisiasi oleh pihak swasta lewat data CSR ataupun lewat program pemerintah lainnya. Selain memberikan program pelatihan juga pemberian modal untuk anak yang sudah menikah, bekerja sama dengan BAZNAS, sehingga menjadi sebuah Langkah kongkret untuk mencegah kemiskinan dan perceraian karena kurangnya faktor ekonomi.

Untuk pencegahan juga yaitu penerapan jam malam untuk anak sampai pukul 22.00 WIB, yang melibatkan pemerintah desa, RT/RW dan masyarakat yang tanggap lingkungan. Selain itu juga perlu dipikirkan dan solusinya untuk memfasilitasi anak usia sekolah yang putus sekolah untuk mendapatkan hak pendidikan 12 tahun dengan pemberian beasiswa maupun bantuan Pendidikan lainnya.

Kalau penulis boleh memberikan masukan dan saran yaitu, untuk resepsi pernikahan dilaksanakan biasa-biasa saja sesuai kemampuan lebih baik dana untuk sewa Gedung atau sewa sound dan catering bisa untuk modal berumah tangga. Kalau mau menghemat lagi, nikahnya di kantor KUA saja kan lebih murah serta tidak menghilangkan kesakralan ijab kobul. Kemudian peran orang tua kedua mempelai, juga harus memberikan dukungan ekonomi dengan memberikan beras setiap bulan 60 kg sehingga anaknya tinggal mencari lauknya saja. Jika terjadi pertengkaran harus memberikan masukkan yang bijak bukan malah turut campur atau membela anak kandungnya sendiri. Selalu memberikan bimbingan dan saran tentang hak dan kewajiban sebagai seorang suami-istri yang baik di dalam rumah tangga. Begitu juga peran kakak-aduk kandung, kakak-adik ipar dalam membantu ekonomi pasangan suami istri baru ini, jika si suami belum bekerja atau bekerja serabutan, dibantulah dengan mengajak bekerja atau mencarikan pekerjaan, juga diberikan masukkan jika si suami sudah bekerja tapi masuk belum mencukupi kebutuhan rumah tangga maka si istri diminta untuk bekerja juga membantu tugas suami. Dan terakhir hiduplah sederhana, belajar tentang manajemen keuangan keluarga, bisa lewat internet atau bertanya ke orang tua atau ke orang yang dipandang berhasil dalam rumah tangganya.

kata-kata bijak hari ini :

"Rumah tangga bukan soal siapa yang menang dalam pertengkaran, tapi siapa yang lebih dulu ingin memperbaiki."

"Masalah dalam rumah tangga bukan tanda untuk menyerah, tapi undangan untuk bertumbuh bersama."

"Pasangan yang saling menggandeng dalam doa, akan lebih kuat dari pasangan yang hanya bergandengan tangan."

"Rumah tangga itu seperti taman. Ia tidak akan indah tanpa dirawat, disiram, dan dijaga setiap hari."

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Bojonegoro Klas IA

Jalan MH. Thamrin No.88
Bojonegoro,
Jawa Timur

(0353) 881235
(0353) 892229
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Instagram   fb   youtube   twitter

Tautan Pengadilan

Pengadilan Agama Bojonegoro@2024