BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Kepastian sumber keuangan setiap bulan dari uang negara tak menjamin ketenangan aparatur sipil negara (ASN). Buktinya, sebanyak 71 ASN di Bojonegoro mengajukan perceraian. Data itu terhitung sejak Januari hingga Juli.
Rerata penyebabnya permasalahan moral, yakni perselingkuhan.
Berdasar data dari Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro, perkara perceraian ASN di Bojonegoro didominasi oleh cerai gugat.
Yakni, sebanyak 64 istri menggugat cerai suami. Kemudian, sekitar 7 perkara cerai talak hingga Juli 2024.
Panitera PA Bojonegoro Sholikin Jamik mengatakan, dari 71 perkara perceraian meliputi Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, dan Polri. Hampir 87 persen diantaranya merupakan perceraian PNS. Sehingga, perceraian oleh TNI dan Polri di Bojonegoro tidak terlalu banyak.
‘’Berbeda dengan tahun sebelumnya, seluruh PNS dari Pemkab Bojonegoro yang mengajukan perceraian rerata sudah mendapat izin dari atasan atau pejabat yang berwenang,’’ katanya.
Menurut Sholikin, harus melalui proses panjang hingga bisa memenuhi persyaratan untuk mengajukan perceraian oleh para ASN. Apabila memang perceraian tersebut dipandang lebih baik, daripada melanjutkan rumah tangga yang sudah tidak bisa diselamatkan.
Seperti, tidak lagi menghargai, mencintai, memuji, memaafkan, hingga saling mengenal antar pasangan. Hingga susah untuk disatukan kembali, maka diizinkan untuk bercerai.
Dia menyampaikan, faktor yang mendominasi terjadinya perceraian ASN di Bojonegoro adalah permasalahan yang menyangkut moral. Yakni, perselingkuhan hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Berawal dari diketahuinya chatting mesra oleh pasangan hingga menyebabkan pertengkaran dan berakhir KDRT.
Selain itu, perceraian pada ASN juga terjadi karena persoalan-persoalan tentang impian satu sama lain yang tidak bisa dikomunikasikan. Seperti, dalam hal membelanjakan ekonomi untuk beli rumah.
Terkadang salah satu pasangan merasa tidak cocok dan berujung pada pertengkaran hingga perceraian. Untuk permasalahan ekonomi sendiri jarang menjadi persoalan yang melatarbelakangi perceraian PNS.
‘’Paling banyak memang karena persoalan yang menyangkut moral, seperti terjadinya perselingkuhan,’’ tuturnya.
Dia melanjutkan, berdasar penegasan dari Mahkamah Agung (MA) dan menjadi komitmen pemerintah untuk melindungi hak-hak anak dan perempuan pasca perceraian. Khusus, PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990. Bahwa, seorang PNS, TNI, dan Polri yang bercerai maka dibebankan nafkah dengan harus dipotong sepertiga dari gaji untuk diberikan kepada mantan istri dan anaknya.
‘’Berdasar PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang perceraian PNS, untuk mengajukan perceraian memiliki kewajiban structural. Itu akan ditegakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, sehingga mereka tidak bisa menghindar dari kewajiban tersebut,’’ jelasnya. (ewi/msu)