Analisis Naratif Komprehensif Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Bojonegoro
Periode Januari–September 2025
Penulis A.SYAFIQ.damarinfo.com
Selama sembilan bulan pertama tahun 2025, Pengadilan Agama Bojonegoro mencatat total 2.150 perkara perceraian, dengan komposisi yang cukup timpang antara Cerai Gugat yang diajukan oleh pihak perempuan sebanyak 1.620 perkara (75,3%) dan Cerai Talak yang diajukan oleh pihak laki-laki sebanyak 530 perkara (24,7%). Dominasi Cerai Gugat ini mengindikasikan bahwa perempuan lebih aktif mengambil inisiatif untuk mengakhiri perkawinan yang dianggap tidak lagi dapat dipertahankan.
Dari sisi lama pernikahan, data menunjukkan pola yang menarik. Perceraian paling banyak terjadi pada pasangan yang telah menikah kurang dari 5 tahun (662 perkara, 30,8%), mengonfirmasi bahwa fase awal pernikahan menjadi periode kritis yang penuh tantangan penyesuaian. Namun, fakta bahwa pernikahan yang telah berjalan lebih dari 15 tahun juga menyumbang 551 perkara (25,6%) menunjukkan bahwa tidak ada tahap pernikahan yang benar-benar kebal dari konflik berat yang berujung pada perceraian.
Analisis usia para pihak mengungkap bahwa kelompok 21–30 tahun mendominasi dengan 798 perkara (37,1%), mencerminkan bahwa usia dewasa muda menjadi fase dimana tekanan ekonomi, karir, dan penyesuaian diri mencapai puncaknya. Kelompok 31–40 tahun menyusul dengan 694 perkara (32,3%), sementara kelompok di atas 41 tahun masih signifikan dengan 612 perkara (28,5%).
Tingkat pendidikan para pihak menunjukkan korelasi yang jelas dengan angka perceraian. Kelompok berpendidikan SLTA menjadi yang tertinggi (845 perkara, 39,3%), disusul SLTP (29,2%) dan SD (21,5%). Sementara kelompok berpendidikan tinggi (Strata I dan II) hanya menyumbang 7,1% dari total perkara, mengisyaratkan bahwa tingkat pendidikan mungkin berpengaruh terhadap kemampuan menyelesaikan konflik rumah tangga secara lebih konstruktif.
Faktor penyebab perceraian didominasi oleh masalah ekonomi (1.076 perkara, 53,1%), yang menjadi tantangan terberat dalam menjaga keutuhan rumah tangga di Bojonegoro. Perselisihan terus-menerus (628 perkara, 31,0%) menjadi penyebab kedua terbanyak, menunjukkan adanya kegagalan komunikasi dan resolusi konflik di antara pasangan. Faktor lain seperti judi (5,5%), salah satu pihak meninggalkan rumah tangga (4,0%), dan kekerasan dalam rumah tangga (3,2%) turut menyumbang, meskipun dalam persentase yang lebih kecil.
Secara bulanan, Juli menjadi puncak tertinggi dengan 313 perkara, sementara April mencatat angka terendah (161 perkara), menunjukkan adanya pola temporal yang mungkin dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi tertentu.
Secara keseluruhan, data ini mengungkap kompleksitas persoalan rumah tangga di Bojonegoro, dengan profil utama berupa dominasi Cerai Gugat yang diajukan perempuan, rentang usia pernikahan yang luas dari muda hingga tua, tingkat pendidikan menengah ke bawah, serta akar permasalahan yang berpusat pada ekonomi dan komunikasi. Temuan ini memberikan gambaran utuh tentang dinamika perceraian yang dapat menjadi dasar untuk pengembangan kebijakan yang lebih tepat sasaran.